Seputar Dunia Islam

Sabtu, 31 Juli 2010

Umar dan Ibu Pemasak Batu


Suatu masa dalam kepemimpinan Umar bin Khaththab, terjadilah Tahun Abu. Masyarakat Arab, mengalami masa paceklik yang berat. Hujan tidak lagi turun. Pepohonan mengering, tidak terhitung hewan yang mati mengenaskan. Tanah tempat berpijak hampir menghitam seperti abu.

Putus asa mendera di mana-mana. Saat itu Umar sang pemimpin menampilkan kepribadian yang sebenar-benar pemimpin. Keadaan rakyat diperhatikannya saksama. Tanggung jawabnya dijalankan sepenuh hati. Setiap hari ia menginstruksikan aparatnya menyembelih onta-onta potong dan menyebarkan pengumuman kepada seluruh rakyat. Berbondong-bondong rakyat datang untuk makan. Semakin pedih hatinya. Saat itu, kecemasan menjadi kian tebal. Dengan hati gentar, lidah kelunya berujar, “Ya Allah, jangan sampai umat Muhammad menemui kehancuran di tangan ini.”

Umar menabukan makan daging, minyak samin, dan susu untuk perutnya sendiri. Bukan apa-apa, ia khawatir makanan untuk rakyatnya berkurang. Ia, si pemberani itu, hanya menyantap sedikit roti dengan minyak zaitun. Akibatnya, perutnya terasa panas dan kepada pembantunya ia berkata “Kurangilah panas minyak itu dengan api”. Minyak pun dimasak, namun perutnya kian bertambah panas dan berbunyi nyaring. Jika sudah demikian, ditabuh perutnya dengan jemari seraya berkata, “Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak, sampai rakyatku bisa kenyang dan hidup dengan wajar.”

Hampir setiap malam Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam. Ditemani salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya.

Malam itu pun, bersama Aslam, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi. Saat itu Khalifah terperanjat. Dari sebuah kemah yang sudah rombeng, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar bin khattab dan Aslam bergegas mendekati kemah itu, siapa tahu penghuninya membutuhkan pertolongan mendesak.

Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang.

“Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam.

Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakan kepala seraya menjawab salam Umar. Tapi setelah itu, ia kembali pada pekerjaannya mengaduk-aduk isi panci.

“Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu?” tanya Umar.

Dengan sedikit tak peduli, ibu itu menjawab, “Anakku….”

“Apakah ia sakit?”

“Tidak,” jawab si ibu lagi. “Ia kelaparan.”

Umar dan Aslam tertegun. Mereka masih tetap duduk di depan kemah sampai lebih dari satu jam. Gadis kecil itu masih terus menangis. Sedangkan ibunya terus mengaduk-aduk isi pancinya.

Umar tidak habis pikir, apa yang sedang dimasak oleh ibu tua itu? Sudah begitu lama tapi belum juga matang. Karena tak tahan, akhirnya Umar berkata, “Apa yang sedang kau masak, hai Ibu? Kenapa tidak matang-matang juga masakanmu itu?”

Ibu itu menoleh dan menjawab, “Hmmm, kau lihatlah sendiri!”

Umar dan Aslam segera menjenguk ke dalam panci tersebut. Alangkah kagetnya ketika mereka melihat apa yang ada di dalam panci tersebut. Sambil masih terbelalak tak percaya, Umar berteriak, “Apakah kau memasak batu?”

Perempuan itu menjawab dengan menganggukkan kepala.

“Buat apa?”

Dengan suara lirih, perempuan itu kembali bersuara menjawab pertanyaan Umar, “Aku memasak batu-btu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Ia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi belum. Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun ternyata tidak. Sesudah magrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut yang kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan kuisi air. Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar ia bangun dan menangis minta makan.”

Ibu itu diam sejenak. Kemudian ia melanjutkan, “Namun apa dayaku? Sungguh Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.”

Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, Aslam akan menegur perempuan itu. Namun Umar sempat mencegah. Dengan air mata berlinang ia bangkit dan mengajak Aslam cepat-cepat pulang ke Madinah. Tanpa istirahat lagi, Umar segera memikul gandum di punggungnya, untuk diberikan kepada janda tua yang sengsara itu.

Karena Umar bin Khattab terlihat keletihan, Aslam berkata, “Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku saya yang memikul karung itu….”

Dengan wajah merah padam, Umar menjawab sebat, “Aslam, jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Engkau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau kira engkau akan mau memikul beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak?”

Aslam tertunduk. Ia masih berdiri mematung, ketika tersuruk-suruk Khalifah Umar bin Khattab berjuang memikul karung gandum itu. Angin berhembus. Membelai tanah Arab yang dilanda paceklik.

Nasibah Sang Muslimah Perkasa

Hari itu Nasibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said tengah beristirahat di kamar tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nasibah menebak, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di sekitar Gunung Uhud.

Dengan bergegas, Nasibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke kamar. Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya. “Suamiku tersayang,” Nasibah berkata, “aku mendengar suara aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah menyerang.”

Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang mendengar suara itu. Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nasibah menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.

“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”

Said memandang wajah istrinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu makin mengobarkan keberanian Said saja.

Di rumah, Nasibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang pengendara kuda yang nampaknya sangat gugup.

“Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru saja gugur di medan perang. Beliau syahid…”

Nasibah tertunduk sebentar, “Inna lillah…..” gumamnya, “Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah.”

Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat itu, Nasibah memanggil Amar. Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan, “Amar, kaulihat Ibu menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih karena tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?”

Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.

“Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terbasmi.”

Mata amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku was-was seandainya Ibu tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membela agama Allah.”

Putra Nasibah yang berbadan kurus itu pun segera menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak tampak ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Di depan Rasulullah, ia memperkenalkan diri. “Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayah yang telah gugur.”

Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu….”

Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung sampai sore. Pagi-pagi seorang utusan pasukan islam berangkat dari perkemahan mereka meunuju ke rumah Nasibah. Setibanya di sana, perempuan yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada kabar apakah gerangan kiranya?” serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, “apakah anakku gugur?”

Utusan itu menunduk sedih, “Betul….”

“Inna lillah….” Nasibah bergumam kecil. Ia menangis.

“Kau berduka, ya Ummu Amar?”

Nasibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatan? Saad masih kanak-kanak.”

Mendegar itu, Saad yang tengah berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putra seorang ayah yang gagah berani.”

Nasibah terperanjat. Ia memandangi putranya. “Kau tidak takut, nak?”

Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nasibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan itu.

Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan banyak nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya. Saad tersungkur mencium bumi dan menyerukan, “Allahu akbar!”

Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nasibah. Mendengar berita kematian itu, Nasibah meremang bulu kuduknya. “Hai utusan,” ujarnya, “Kausaksikan sendiri aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diri yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.”

Sang utusan mengerutkan keningnya. “Tapi engkau perempuan, ya Ibu….”

Nasibah tersinggung, “Engkau meremehkan aku karena aku perempuan? Apakah perempuan tidak ingin juga masuk surga melalui jihad?”

Nasibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas saja menghadap Rasulullah dengan kuda yang ada. Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nasibah. Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum. “Nasibah yang dimuliakan Allah. Belum waktunya perempuan mengangkat senjata. Untuk sementra engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah tentara yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur.”

Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nasibah pun segera menenteng tas obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. Dirawatnya mereka yang luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi minum seorang prajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba terciprat darah di rambutnya. Ia menegok. Kepala seorang tentara Islam menggelinding terbabat senjata orang kafir.

Timbul kemarahan Nasibah menyaksikan kekejaman ini. Apalagi waktu dilihatnya Nabi terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh, Nasibah tidak bisa menahan diri lagi. Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang prajurit yang rubuh itu. Dinaiki kudanya. Lantas bagai singa betina, ia mengamuk. Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang. Hingga pada suatu waktu seorang kafir mengendap dari belakang, dan membabat putus lengan kirinya. Ia terjatuh terinjak-injak kuda.

Peperangan terus saja berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga Nasibah teronggok sendirian. Tiba-tiba Ibnu Mas’ud mengendari kudanya, mengawasi kalau-kalau ada korban yang bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu melihat seonggok tubuh bergerak-gerak dengan payah, segera mendekatinya. Dipercikannya air ke muka tubuh itu. Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, “Istri Said-kah engkau?”

Nasibah samar-sama memperhatikan penolongnya. Lalu bertanya, “bagaimana dengan Rasulullah? Selamatkah beliau?”

“Beliau tidak kurang suatu apapun…”

“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan? Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku….”

“Engkau masih luka parah, Nasibah….”

“Engkau mau menghalangi aku membela Rasulullah?”

Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah payah, Nasibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke pertempuran. Banyak musuh yang dijungkirbalikannya. Namun, karena tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus. Rubuhlah perempuan itu ke atas pasir. Darahnya membasahi tanah yang dicintainya.

Tiba-tiba langit berubah hitam mendung. Padahal tadinya cerah terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak. Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya, “Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan? Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah Nasibah, wanita yang perkasa.”

Kamis, 29 Juli 2010

Kejadian Aneh Dan Misterius Seputar Perang Gaza

Gaza, itulah nama hamparan tanah yang luasnya tidak lebih dari 360 km persegi. Berada di Palestina Selatan, “potongan” itu “terjepit” di antara tanah yang dikuasai penjajah Zionis Israel, Mesir, dan laut Mediterania, serta dikepung dengan tembok di sepanjang daratannya.

Sudah lama Israel “bernafsu” menguasai wilayah ini. Namun, jangankan menguasai, untuk bisa masuk ke dalamnya saja Israel tidak mampu.

Sudah banyak cara yang mereka lakukan untuk menundukkan kota kecil ini. Blokade rapat yang membuat rakyat Gaza kesulitan memperoleh bahan makanan, obat-obatan, dan energi, telah dilakukan sejak 2006 hingga kini. Namun, penduduk Gaza tetap bertahan, bahkan perlawanan Gaza atas penjajahan Zionis semakin menguat.

Akhirnya Israel melakukan serangan “habis-habisan” ke wilayah ini sejak 27 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009. Mereka”mengguyurkan” ratusan ton bom dan mengerahkan semua kekuatan hingga pasukan cadangannya.

Namun, sekali lagi, negara yang tergolong memiliki militer terkuat di dunia ini harus mundur dari Gaza.

Di atas kertas, kemampuan senjata AK 47, roket anti tank RPG, ranjau, serta beberapa jenis roket buatan lokal yang biasa dipakai para mujahidin Palestina, tidak akan mampu menghadapi pasukan Israel yang didukung tank Merkava yang dikenal terhebat di dunia. Apalagi menghadapi pesawat tempur canggih F-16, heli tempur Apache, serta ribuan ton “bom canggih” buatan Amerika Serikat.

Akan tetapi di sana ada “kekuatan lain” yang membuat para mujahidin mampu membuat “kaum penjajah” itu hengkang dari Gaza dengan muka tertunduk, walau hanya dengan berbekal senjata-senjata “kuno”.

Itulah pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada para pejuangnya yang taat dan ikhlas. Kisah tentang munculnya “pasukan lain” yang ikut bertempur bersama para mujahidin, semerbak harum jasad para syuhada, serta beberapa peristiwa “aneh” lainnya selama pertempuran, telah beredar di kalangan masyarakat Gaza, ditulis para jurnahs, bahkan disiarkan para khatib Palestina di khutbah-khutbah Jumat mereka.

Wartawan kami, Thoriq, merangkum kisah-kisah “ajaib” tersebut dari berbagai sumber untuk para pembaca yang budiman. Selamat mengikuti.

Pasukan "Berseragam Putih" di Gaza

Ada “pasukan lain” membantu para mujahidin Palestina. Pasukan Israel sendiri mengakui adanya pasukan berseragam putih itu.

Suatu hari di penghujung Januari 2009, sebuah rumah milik keluarga Dardunah yang berada di antara Jabal Al Kasyif dan Jabal Ar Rais, tepatnya di jalan Al Qaram, didatangi oleh sekelompok pasukan Israel.

Seluruh anggota keluarga diperintahkan duduk di sebuah ruangan. Salah satu anak laki-laki diinterogasi mengenai ciri-ciri para pejuang al-Qassam.

Saat diinterogasi, sebagaimana ditulis situs Filisthin Al Aan (25/1/2009), mengutip cerita seorang mujahidin al-Qassam, laki-laki itu menjawab dengan jujur bahwa para pejuang al-Qassam mengenakan baju hitam-hitam. Akan tetapi tentara itu malah marah dan memukulnya hingga laki-laki malang itu pingsan.

Selama tiga hari berturut-turut, setiap ditanya, laki-laki itu menjawab bahwa para pejuang al-Qassam memakai seragam hitam. Akhirnya, tentara itu naik pitam dan mengatakan dengan keras, “Wahai pembohong! Mereka itu berseragam putih!”

Cerita lain yang disampaikan penduduk Palestina di situs milik Brigade Izzuddin al-Qassam, Multaqa al-Qasami, juga menyebutkan adanya “pasukan lain” yang tidak dikenal. Awalnya, sebuah ambulan dihentikan oleh sekelompok pasukan Israel. Sopirnya ditanya apakah dia berasal dari kelompok Hamas atau Fatah? Sopir malang itu menjawab, “Saya bukan kelompok mana-mana. Saya cuma sopir ambulan.”

Akan tetapi tentara Israel itu masih bertanya, “Pasukan yang berpakaian putih-putih dibelakangmu tadi, masuk kelompok mana?” Si sopir pun kebingungan, karena ia tidak melihat seorangpun yang berada di belakangnya. “Saya tidak tahu,” jawaban satu-satunya yang ia miliki.

Suara Tak Bersumber

Ada lagi kisah karamah mujahidin yang kali ini disebutkan oleh khatib masjid Izzuddin Al Qassam di wilayah Nashirat Gaza yang telah ditayangkan oleh TV channel Al Quds, yang juga ditulis oleh Dr Aburrahman Al Jamal di situs Al Qassam dengan judul Ayaat Ar Rahman fi Jihad Al Furqan (Ayat-ayat Allah dalam Jihad Al Furqan).

Sang khatib bercerita, seorang pejuang telah menanam sebuah ranjau yang telah disiapkan untuk menyambut pasukan Zionis yang melalui jalan tersebut.

“Saya telah menanam sebuah ranjau. Saya kemudian melihat sebuah helikopter menurunkan sejumlah besar pasukan disertai tank-tank yang beriringan menuju jalan tempat saya menanam ranjau,” kata pejuang tadi.

Akhirnya, sang pejuang memutuskan untuk kembali ke markas karena mengira ranjau itu tidak akan bekerja optimal. Maklum, jumlah musuh amat banyak.

Akan tetapi, sebelum beranjak meninggalkan lokasi, pejuang itu mendengar suara “Utsbut, tsabatkallah” yang maknanya kurang lebih, “tetaplah di tempat maka Allah menguatkanmu.” Ucapan itu ia dengar berulang-ulang sebanyak tiga kali.

“Saya mencari sekeliling untuk mengetahui siapa yang mengatakan hal itu kapada saya. Akan tetapi saya malah terkejut, karena tidak ada seorang pun yang bersama saya,” ucap mujahidin itu, sebagaimana ditirukan sang khatib.

Akhirnya sang mujahid memutuskan untuk tetap berada di lokasi. Ketika sebuah tank melewati ranjau yang tertanam, sesualu yang “ajaib” terjadi. Ranjau itu justru meledak amat dahsyat. Tank yang berada di dekatnya langsung hancur. Banyak serdadu Israel meninggal seketika. Sebagian dari mereka harus diangkut oleh helikopter. “Sedangkan saya sendiri dalam keadaan selamat,” kata mujahid itu lagi, melalui lidah khatib.

Cerita yang disampaikan oleh seorang penulis Mesir, Hisyam Hilali, dalam situs alraesryoon.com, ikut mendukung kisah-kisah sebelumnya. Abu Mujahid, salah seorang pejuang yang melakukan ribath (berjaga) mengatakan, “Ketika saya mengamati gerakan tank-tank di perbatasan kota, dan tidak ada seorang pun di sekitar, akan tetapi saya mendengar suara orang yang bertasbih dan beritighfar. Saya berkali-kali mencoba untuk memastikan asal suara itu, akhirnya saya memastikan bahwa suara itu tidak keluar kecuali dari bebatuan dan pasir.”

Cerita mengenai “pasukan tidak dikenal” juga datang dari seorang penduduk rumah susun wilayah Tal Islam yang handak mengungsi bersama keluarganya untuk menyelamatkan diri dari serangan Israel.

Di tangga rumah ia melihat beberapa pejuang menangis. “Kenapa kalian menangis?” tanyanya.

“Kami menangis bukan karena khawatir keadaan diri kami atau takut dari musuh. Kami menangis karena bukan kami yang bertempur. Di sana ada kelompok lain yang bertempur memporak-porandakan musuh, dan kami tidak tahu dari mana mereka datang,” jawabnya

Kesaksian Serdadu Israel

Cerita tentang “serdadu berseragam putih” tak hanya diungkap oleh mujahidin Palestina atau warga Gaza. Beberapa personel pasukan Israel sendiri menyatakan hal serupa.

Situs al-Qassam memberitakan bahwa TV Chan*nel 10 milik Israel telah menyiarkan seorang anggota pasukan yang ikut serta dalam pertempuran Gaza dan kembali dalam keadaan buta.

“Ketika saya berada di Gaza, seorang tentara berpakaian putih mendatangi saya dan menaburkan pasir di mata saya, hingga saat itu juga saya buta,” kata anggota pasukan ini.

Di tempat lain ada serdadu Israel yang mengatakan mereka pernah berhadapan dengan “hantu”. Mereka tidak diketahui dari mana asalnya, kapan munculnya, dan ke mana menghilangnya.

Masih dari Channel 10, seorang Lentara Israel lainnya mengatakan, “Kami berhadapan dengan pasukan berbaju putih-putih dengan jenggot panjang. Kami tembak dengan senjata, akan tetapi mereka tidak mati.”

Cerita ini menggelitik banyak pemirsa. Mereka bertanya kepada Channel 10, siapa sebenarnya pasukan berseragam putih itu? ***

Sudah meledak, Ranjau masih utuh

di saat para mujahidin terjepit, hewan-hewan dan alam tiba-tiba ikut membantu, bahkan menjelma menjadi sesuatu yang menakutkan.

Sebuah kejadian “aneh” terjadi di gaza selatan, tepatnya di daerah ai maghraqah. Saat itu para mujahidin sedang memasang ranjau. Di saat mengulur kabel, tiba-tiba sebuah pesawat mata-mata israel memergoki mereka. Bom pun langsung jatuh ke lokasi itu.

Untunglah para mujahidin selamat. Namun, kabel pengubung ranjau dan pemicu yang tadi hendak disambung menjadi terputus. Tidak ada kesempatan lagi untuk menyambungnya, karena pesawat masih berputar-putar di atas.

Tak lama kemudian, beberapa tank israel mendekati lokasi di mana ranjau-ranjau tersebut ditanam. Tak sekadar lewat, tank-tank itu malah berhenti tepat di atas peledak yang sudah tak berfungsi itu.

Apa daya, kaum mujahidin tak bisa berbuat apa-apa. Kabel ranjau jelas tak mungkin disambung, sementara tank-tank israel telah berkumpul persis di atas ranjau.

Mereka merasa amat sedih, bahkan ada yang menangis ketika melihat pemandangan itu. Sebagian yang lain berdoa, “allahumma kama lam tumakkinna minhum, allahumma la tumakkin lahum,” yang maknanya, “ya allah, sebagaimana engkau tidak memberikan kesempatan kami menghadapi mereka, jadikanlah mereka juga lidak memiliki kesempatan serupa.”

tiba-tiba, ketika fajar tiba, terjadilah keajaiban. Terdengar ledakan dahsyat persis di lokasi penanaman ranjau yang tadinya tak berfungsi.

Setelah tentara israel pergi dengan membawa kerugian akibat ledakan lersebut, para mujahidin segera melihal lokasi ledakan. Sungguh aneh, ternyata seluruh ranjau yang telah mereka tanam itu masih utuh. Dari mana datangnva ledakan? Wallahu a’lam.

Masih dari wilayah al maghraqah. Saat pasukan israel menembakkan artileri ke salah satu rumah, hingga rumah itu terbakar dan api menjalar ke rumah sebelahnya, para mujahidin dihinggapi rasa khawatir jika api itu semakin tak terkendali.

Seorang dari mujahidin itu lalu berdoa,”wahai dzat yang merubah api menjadi dingin dan tidak membahayakan untuk ibrahim, padamkanlah api itu dengan kekuatan-mu.”

maka, tidak lebih dari tiga menit, api pun padam. Para niujahidin menangis terharu karena mereka merasa allah subhanuhu wa ta’ala (swt) telah memberi pertolongan dengan terkabulnya doa mereka dengan segera.

Merpati dan anjing

seorang mujahid palestina menuturkan kisah “aneh” lainnya kepada situs filithin alaan (25/1/ 2009). Saat bertugas di wilayah jabal ar rais, sang mujahid melihat seekor merpati terbang dengan suara melengking, yang melintas sebelum rudal-rudal israel berjatuhan di wilayah itu.

Para mujahidin yang juga melihat merpati itu langsung menangkap adanya isyarat yang ingin disampaikan sang merpati.

Begitu merpali itu melintas, para mujahidin langsung berlindung di tempat persembunyian mereka. Ternyata dugaan mereka benar. Selang beberapa saat kemudian bom-bom israel datang menghujan. Para mujahidin itu pun selamat.

Adalagi cerita “keajaiban” mengenai seekor anjing, sebagaimana diberitakan situs filithin al aan. Suatu hari, tatkala sekumpulan mujahidin al qassam melakukan ribath di front pada tengah malam, tiba-tiba muncul seekor anjing militer israel jenis doberman. Anjing itu kelihatannya memang dilatih khusus untuk membantu pasukan israel menemukan tempat penyimpanan senjata dan persembunyian para mujahidin.

Anjing besar ini mendekat dengan menampakkan sikap tidak bersahabat. Salah seorang mujahidin kemudian mendekati anjing itu dan berkata kepadanya, “kami adalah para mujahidin di jalan allah dan kami diperintahkan untuk tetap berada di tempat ini. Karena itu, menjauhlah dari kami, dan jangan menimbulkan masalah untuk kami.”

setelah itu, si anjing duduk dengan dua tangannya dijulurkan ke depan dan diam. Akhirnya, seorang mujahidin yang lain mendekatinya dan memberinya beberapa korma. Dengan tenang anjing itu memakan korma itu, lalu beranjak pergi.

Kabut pun ikut membantu

ada pula kisah menarik yang disampaikan oleh komandan lapangan al qassam di kamp pengungsian nashirat, langsung setelah usai shalat dhuhur di masjid al qassam (17/1/2009).

Saat itu sekelompok mujahidin yang melakukan ribath di tal ajul terkepung oleh tank-tank israel dan pasukan khusus mereka. Dari atas, pesawat mata-mata terus mengawasi.

Di saat posisi para mujahidin terjepit, kabut tebal tiba-tiba turun di malam itu. Kabut itu lelah menutupi pandangan mata tentara israel dan membantu pasukan mujahidin keluar dari kepungan.

Kasus serupa diceritakan oleh abu ubaidah. Salah satu pemimpin lapangan al qassam, sebagaimana ditulis situs almesryoon.com. La bercerita bagaimana kabut tebal tiba-tiba turun dan membatu para mujahidin untuk melakukan serangan.

Awalnya, pasukan mujahiddin tengah menunggu waktu yang tepat untuk mendekati tank-tank tentara israel guna meledakkannya. “tak lupa kami berdoa kepada allah agar dimudahkan untuk melakukan serangan ini,” kata abu ubaidah.

Tiba-tiba turunlah kabut tebal di tempat tersebut. Pasukan mujahidin segera bergerak menyelinap di antara tank-tank, menanam ranjau-ranjau di dekatnya, dan segera meninggalkan lokasi tanpa diketahui pesawat mata-mata yang memenuhi langit gaza, atau oleh pasukan infantri israel yang berada di sekitar kendaraan militer itu. Lima tentara israel tewas di tempat dan puluhan lainnya luka-luka setelah ranjau-ranjau itu meledak.

Selamat dengan al-Qur’an

Cerita ini bermula ketika salah seorang pejuang yang menderita luka memasuki rumah sakit As Syifa’. Seorang dokter yang memeriksanya kaget ketika mengelahui ada sepotong proyektil peluru bersarang di saku pejuang tersebut.

Yang membuat ia sangat kaget adalah timah panas itu gagal menembus jantung sang pejuang karena terhalang oleh sebuah buku doa dan mushaf al-Qur’an yang selalu berada di saku sang pejuang.

Buku kumpulun doa itu berlobang, namun hanya sampul muka mushaf itu saja yang rusak, sedangkan proyektil sendiri bentuknya sudah “berantakan”.

Kisah ini disaksikan sendiri oleh Dr Hisam Az Zaghah, dan diceritakannya saat Festival Ikatan Dokter Yordan sebagaimana ditulis situs partai Al Ikhwan Al Muslimun (23/1/2009).


Dr Hisam juga memperlihatkan bukti berupa sebuah proyektil peluru, mushaf Al Qur’an, serta buku kumpulan doa-doa berjudul Hishnul Muslim yang menahan peluru tersebut.

Abu Ahid, imam Masjid AnNur di Hay As Syeikh Ridzwan, juga punya kisah menarik. Sebelumnya, Israel telah menembakkan 3 rudalnya ke masjid itu hingga tidak tersisa kecuali hanya puing-puing bangunan. “Akan tetapi mushaf-mushaf Al Quran tetap berada di tampatnya dan tidak tersentuh apa-apa,” ucapnya seraya tak henti bertasbih.

“Kami temui beberapa mushaf yang terbuka tepat di ayat-ayat yang mengabarkan tentang kemenangan dan kesabaran, seperti firman Allah, ‘Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali,”(Al-Baqarah [2]: 155-156),” jelas Abu Ahid sebagaimana dikutip Islam Online (15/1/2009).***

Harum Jasad Para Syuhada

Abdullah As Shani adalah anggota kesatuan sniper (penembak jitu) al-Qassam yang menjadi sasaran rudal pesawat F-16 Israel ketika sedang berada di pos keamanan di Nashirat, Gaza.

Jasad komandan lapangan al-Qassam dan pengawal khusus para tokoh Hamas ini “hilang” setelah terkena rudal. Selama dua hari jasad tersebut dicari, ternyata sudah hancur tak tersisa kecuali serpihan kepala dan dagunya. Serpihan-serpihan tubuh itu kemudian dikumpulkan dan dibawa pulang ke rumah oleh keluarganya untuk dimakamkan.

Sebelum dikebumikan, sebagaimana dirilis situs syiria-aleppo. com (24/1/2009), serpihan jasad tersebut sempat disemayamkan di sebuah ruangan di rumah keluarganya. Beberapa lama kemudian, mendadak muncul bau harum misk dari ruangan penyimpanan serpihan tubuh tadi.

Keluarga Abdullah As Shani’ terkejut lalu memberitahukan kepada orang-orang yang mengenal sang pejuang yang memiliki kuniyah (julukan) Abu Hamzah ini.

Lalu, puluhan orang ramai-ramai mendatangi rumah tersebut untuk mencium bau harum yang berasal dari serpihan-serpihan tubuh yang diletakkan dalam sebuah kantong plastik.

Bahkan, menurut pihak keluarga, 20 hari setelah wafatnya pria yang tak suka menampakkan amalan-amalannya ini, bau harum itu kembali semerbak memenuhi rungan yang sama.

Cerita yang sama terjadi juga pada jenazah Musa Hasan Abu Nar, mujahid Al Qassam yang juga syahid karena serangan udara Israel di Nashiriyah. Dr Abdurrahman Al Jamal, penulis yang bermukim di Gaza, ikut mencium bau harum dari sepotong kain yang terkena darah Musa Hasan Abu Nar. Walau kain itu telah dicuci berkali-kali, bau itu tetap semerbak.

Ketua Partai Amal Mesir, Majdi Ahmad Husain, menyaksikan sendiri harumnya jenazah para syuhada. Sebagaunana dilansir situs Al Quds Al Arabi (19/1/2009), saat masih berada di Gaza, ia menyampaikan, “Saya telah mengunjungi sebagian besar kota dan desa-desa. Saya ingin melihat bangunan-bangunan yang hancur karena serangan Israel. Percayalah, bahwa saya mencium bau harumnya para syuhada.”

Dua Pekan Wafat, Darah Tetap Mengalir

Yasir Ali Ukasyah sengaja pergi ke Gaza dalam rangka bergabung dengan sayap milisi pejuang Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam. Ia meninggalkan Mesir setelah gerbang Rafah, yang menghubungkan Mesir-Gaza, terbuka beberapa bulan lalu.

Sebelumnya, pemuda yang gemar menghafal al-Qur’an ini sempat mengikuti wisuda huffadz (para penghafal) al-Qur’an di Gaza dan bergabung dengan para mujahidin untuk memperoleh pelatihan militer. Sebelum masuk Gaza, di pertemuan akhir dengan salah satu sahabatnya di Rafah, ia meminta didoakan agar memperoleh kesyahidan.

Untung tak dapat ditolak, malang tak dapat diraih, di bumi jihad Gaza, ia telah memperoleh apa yang ia cita-citakan. Yasir syahid dalam sebuah pertempuran dengan pasukan Israel di kamp pengungsian Jabaliya.

Karena kondisi medan, jasadnya baru bisa dievakuasi setelah dua pekan wafatnya di medan pertempuran tersebut.

Walau sudah dua pekan meninggal, para pejuang yang ikut serta melakukan evakuasi menyaksikan bahwa darah segar pemuda berumur 21 tahun itu masih mengalir dan fisiknya tidak rusak. Kondisinya mirip seperti orang yang sedang tertidur.

Sebelum syahid, para pejuang pernah menawarkan kepadanya untuk menikah dengan salah satu gadis Palestina, namun ia menolak. “Saya meninggalkan keluarga dan tanah air dikarenakan hal yang lebih besar dari itu,” jawabnya.

Kabar tentang kondisi jenazah pemuda yang memiliki kuniyah Abu Hamzah beredar di kalangan penduduk Gaza. Para khatib juga menjadikannya sebagai bahan khutbah Jumat mereka atas tanda-tanda keajaiban perang Gaza. Cerita ini juga dimuat oleh Arab Times (7/2/ 2009)

Terbunuh 1.000, Lahir 3.000

Hilang seribu, tumbuh tiga ribu. Sepertinya, ungkapan ini cocok disematkan kepada penduduk Gaza. Kesedihan rakyat Gaza atas hilangnya nyawa 1.412 putra putrinya, terobati dengan lahirnya 3.700 bayi selama 22 hari gempuran Israel terhadap kota kecil ini.

Hamam Nisman, Direktur Dinas Hubungan Sosial dalam Kementerian Kesehatan pemerintahan Gaza menyatakan bahwa dalam 22 hari 3.700 bayi lahir di Gaza. “Mereka lahir antara tanggal 27 Desember 2008 hingga 17 Januari 2009, ketika Is*rael melakukan serangan yang menyebabkan meninggalnya 1.412 rakyat Gaza, yang mayoritas wanita dan anak-anak,” katanya.

Bulan Januari tercatat sebagai angka kelahiran tertinggi dibanding bulan-bulan sebelumnya. “Setiap tahun 50 ribu kasus kelahiran tercatat di Gaza. Dan, dalam satu bulan tercatat 3.000 hingga 4.000 kelahiran. Akan tetapi di masa serangan Israel 22 hari, kami mencatat 3.700 kelahiran dan pada sisa bulan Januari tercatat 1.300 kelahiran. Berarti dalam bulan Januari terjadi peningkatan kelahiran hingga 1.000 kasus,” katanya kepada islamonline.net (2/2/ 2009).

Rasio antara kematian dan kelahiran di Gaza memang tidak sama. Angka kelahiran, jelasnya lagi, mencapai 50 ribu tiap tahun, sedang kematian mencapai 5 ribu.

“Israel sengaja membunuh para wanita dan anak-anak untuk menghapus masa depan Gaza. Sebanyak 440 anak-anak dan 110 wanita telah dibunuh dan 2.000 anak serta 1.000 wanita mengalami luka-luka,” ungkapnya.

Sehelai Bulu Mata Menyelamatkan Dari Api Neraka

Dikisahkan kelak pada hari Pembalasan, ada seorang hamba Allah sedang diadili. Ia dituduh bersalah, menyia-nyiakan umurnya di dunia untuk berbuat maksiat. Tetapi ia berkeras membantah. "Tidak. Demi langit dan bumi sungguh tidak benar. Saya tidak melakukan semua itu."

"Tetapi saksi-saksi mengatakan engkau betul-betul telah menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam dosa," Jawab Malaikat. Orang itu menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu ke segenap penjuru. Tetapi ia tidak menjumpai seorang saksi pun yang sedang berdiri. Disitu dia hanya sendirian.

Makanya ia pun menyanggah, "Manakah saksi-saksi yang kau maksudkan? Di sini tidak ada siapa-siapa kecuali aku dan suaramu."

"Inilah saksi-saksi itu,"ujar malaikat.

Tiba-tiba mata angkat bicara, "Saya yang memandangi."
Disusul oleh telinga, "Saya yang mendengarkan."
Hidung pun tidak ketinggalan, "Saya yang mencium."
Bibir mengaku, "Saya yang merayu."
Lidah menambah, "Saya yang menghisap."
Tangan meneruskan, "Saya yang meraba dan meremas."
Kaki menyusul, "Saya yang dipakai lari ketika ketahuan."

"Nah kalau kubiarkan, seluruh anggota tubuhmu akan memberikan kesaksian tentang perbuatan aibmu itu", ucap malaikat.

Orang itupun tidak dapat mampu membuktikan sanggahannya lagi. Ia putus asa dan amat berduka, sebab sebentar lagi bakal dimasukkan ke dalam neraka jahanam. Padahal, rasa-rasanya ia telah terbebas dari tuduhan dosa itu.

Tatkala ia sedang dilanda kesedihan itu, sekonyong-konyong terdengar suara yang amat lembut dari selembar bulu matanya: "Saya pun ingin juga mengangkat sumpah sebagai saksi." "Silakan", kata malaikat. "Terus terang saja, menjelang ajalnya, pada suatu tengah malam yang lengang, aku pernah dibasahinya dengan air mata ketika ia sedang menangis menyesali perbuatan buruknya. Bukankah Nabinya pernah berjanji, bahwa apabila ada seorang hamba kemudian bertaubat, walaupun selembar bulu matanya saja yang terbasahi air matanya, namun sudah diharamkan dirinya dari ancaman api neraka? Maka saya, selembar bulu matanya, berani tampil sebagai saksi bahwa ia telah melakukan tobat sampai membasahi saya dengan air mata penyesalan."

Dengan kesaksian selembar bulu mata itu, orang tersebut di bebaskan dari neraka dan diantarkan ke surga. Sampai terdengar suara bergaung kepada para penghuni surga: "Lihatlah, Hamba Tuhan ini masuk surga karena pertolongan sehelai bulu mata."

Karena itu selalu berbuat baiklah ketika kita masih di berikan kesempatan oleh Allah SWT. Jangan sia-siakan kesempatan tersebut selagi nyawa masih dikandung badan.

Minggu, 25 Juli 2010

Kisah Dirampasnya Selendang Allah

Baghdad, akhir Muharram tahun 656 H. Ini adalah bulan dan tahun dimana kebesaran kekuasaan dan peradaban Islam dikubur dalam-dalam, di bawah lautan darah yang tak lagi merah. Ya, ini adalah tahun pupusnya Khilafah Abbasiyah Kedua, dalam tragedi pembantaian yang sangat biadab.

Pasukan Tartar adalah pembantai itu. Orang-orang Mongol dan Siberia yang telah dipersatukan Jengis Khan, berubah menjadi monster-monster kalap yang sangat haus darah dan nyawa manusia.

Sebelumnya, kota-kota Islam penting di bawah kekuasaan Khawarizm runtuh. Seperti Bukhara, Samarqand, Hamadan, Maru, dan Naisabur, semuanya takluk di bawah Mongol.

Setelah itu tentara Mongol bergeser ke Persia, juga melakukan hal yang sama di sana. Ibnul Atsir, salah seorang sejarawan Muslim tersohor sampai-sampai tidak mampu melukiskan bagaimana peristiwa menyedihkan itu terjadi. Ia bahkan tidak bisa menuliskan peristiwa itu kecuali beberapa tahun kemudian.

Ia berkata, "Aku berdiam diri beberapa tahun dalam keadaan dihantui peristiwa tersebut, dihantui kedahsyatannya, juga kebencianku kepada peristiwa itu. Siapakah yang bisa dengan sederhana meratapi Islam dan kaum muslimin? Siapakah yang bisa dengan mudah mengingat kepedihan itu? Aduhai sekiranya ibuku tidak melahirkanku, sekiranya aku mati sebelum ini, dan aku hanya menjadi manusia yang dilupakan."

Dari Persia, kebengisan mereka dilanjutkan ke Baghdad, jantung kekuasaan Khalifah Abbasiah Kedua. Sang Khalifah, Al-Musta'syim Billah dibunuh beserta keluarganya. Kaum muslimin dihabisi. Pembantaian itu sendiri berlanjut selama empat puluh hari empat puluh malam. Mayat-mayat berserakan dimana-mana. Satu juta delapan ratus ribu mayat bukan angka yang sedikit. Bahkan Ibnu Katsir menyebut korban tewas dari kaum muslimin mencapai dua juta orang. Benar-benar mengenaskan.

Lambang-lambang peradaban Islam diruntuhkan. Perpustakaan dibinasakan. Ini sejarah kedzaliman yang sangat menyakitkan sepanjang sejarah kaum muslimin. Yang terakhir saat ini pun, Yahudi melalui kekuasaan di Amerika Serikat terus melakukan kedzaliman-kedzaliman fisik maupun non fisik kepada kaum muslimin. Sangat tidak adil jika kaum muslimin terus difitnah, ditekan, dibunuh dengan menghalalkan segala cara. Kedzaliman, sungguh, sepanjang sejarah telah menjadi hiasan orang-orang yang berkuasa, atau mereka yang sok berkuasa. Keangkuhan, kesombongan, dan kebiadaban, telah menjadi selendang kebanggaan mereka.

1. Merampas selendang Allah, dalam arti menyekutukan-Nya.
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS. An-Nisa': 48)

2. Merampas selendang Allah, dalam arti merendahkan eksistensi-Nya.
Ini tidak hanya menjadi tabiat orang-orang kafir yang tidak percaya keberadaan Allah. Seperti umat-umat terdahulu yang disiksa dengan bermacam azab karena menolak keberadaan Allah SWT. Umat Nabi Nuh ditenggelamkan, umat Nabi Luth ditelan bumi, begitu juga dengan yang lainnya.

Dunia yang telah dijajah oleh paham materialisme, memang benar-benar telah melahirkan manusia yang berani merampas selendang Allah, melalui pemikiran-pemikiran mereka, keyakinan ilmiah mereka, juga tata kehidupan mereka.

Penyakit ini tentu tidak boleh merasuki jiwa seorang Muslim. Apa pun kondisi dunia yang diarunginya. Allah terlalu Perkasa bagi seorang manusia, bahkan seluruh makhluk-Nya. Betapa Allah memiliki tentara di langit dan di bumi. Tidak ada yang mengetahui kecuali Dia.

"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)."

"Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan."

"Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas semua hamba-Nya, dan diutusnya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya." (QS. Al-An'aam: 59-61)

3. Merampas selendang Allah, dalam arti menyakiti-Nya dan menghinakan para hamba-Nya yang beriman.
"Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melanatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mumin dan muminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS. Al-Ahzaab: 57-58) "Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang mumin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar." (QS. Al-Buruuj: 10)

4. Merampas selendang Allah, dalam arti menyakiti diri-sendiri
Apakah mendzalimi diri-sendiri termasuk kategori merampas selendang Allah? Ya. Sebab secara kronologis, mendzalimi diri sendiri artinya seseorang dengan sombong menolak kekuasaan Allah mengatur dirinya. Padahal Allah berkuasa dan berhak untuk mengatur manusia sesuai jalan yang diinginkannya.

Disarikan dari : Tarbawi edisi 70 Th V

Abu Ubaidah bin Jarrah, Gubernur Syam Yang Zuhud


Abu Ubaidah adalah seorang sahabat yang terpercaya dan dicintai Rasulullah saw. Dia ikut banyak peperangan membela panji-panji Islam. Bahkan, menjadi panglima perang yang sangat memperhatikan keselamatan tentaranya.

Bahkan Abdullah bin Masud bangga dengannya. Paman-pamanku yang paling setia sebagai sahabat Rasulullah saw, cuma tiga orang. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah, begitu ujarnya.

Rasulullah saw. sendiri mengakui kualitas Abu Ubaidah. Bagi suatu kaum adalah seseorang yang paling mereka percayai dan bagi kaum ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah, begitu sabda Rasulullah saw.

Di masa pemerintahan Abu Bakar sebagai Khalifah, Abu Ubaidah dipercaya sebagai Ketua Pengawas Perbendaharaan Negara. Abu Bakar kemudian mengangkatnya menjadi Gubernur Syam. Jabatan ini diemban Abu Ubaidah hingga di masa pemerintahan Umar bin Khattab.

Tak lama kemudian Umar mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima Perang menggantikan Khalid bin Walid.

Suatu ketika, ketika di masa pemerintahan Abu Ubaidah, Syam dikepung musuh. Umar berkirim surat kepada Abu Ubaidah. Isinya, Sesunggunya tidak akan pernah ada seorang mukmin yang dibiarkan Allah dalam suatu penderitaan melainkan Dia akan melapangkan jalannya, hingga kesulitan akan dibalas-Nya dengan kemudahan.

Surat itu dibalas oleh Abu Ubaidah dengan kalimat, Sesungguhnya Allah swt. telah berfirman: Ketahuilah bahwasanya kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau, bermewah-mewah, dan saling membanggakan kekayaan dan anak pinak di antaramu, ibarat hujan (menyirami bumi), tumbuh-tumbuhan (menjadi subur menghijau), mengagumkan para petani. Lalu tanaman itu mengering, tampak menguning, kemudian menjadi rapuh dan hancur. Sedang di akhirat kelak, ada azab yang berat (bagi mereka yang menyenangi kemewahan dunia) namun ada pula ampunan dan keridhaan Allah (bagi yang mau bertobat). Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu belaka. (Al-Haddid: 20)

Surat balasan Abu Ubaidah ini oleh Umar dibacakan di depan kaum muslimin seusai melaksanakan shalat berjamah. Wahai penduduk Madinah, sesungguhnya Abu Ubaidah mengharapkan aku dan kalian semua suka berjihad, kata Umar.

Memang Abu Ubaidah dikenal orang di zamannya sebagai orang yang zuhud. Umar pernah berkunjung ke Syam ketika Abu Ubaidah menjabat sebagai gubernur. Abu Ubaidah, untuk apakah aku datang ke rumahmu? tanya Umar. Jawab Abu Ubaidah, Untuk apakah kau datang ke rumahku? Sesungguhnya aku takut kau tak kuasa menahan air matamu begitu mengetahui keadaanku nanti.

Namun Umar memaksa. Akhirnya Abu Ubaidah mengizinkan Umar berkunjung ke rumahnya. Sungguh Umar terkejut. Ia mendapati rumah Sang Gubernur Syam kosong melompong. Tidak ada perabotan sama sekali.

Umar bertanya, Hai Abu Ubaidah, di manakah penghidupanmu? Mengapa aku tidak melihat apa-apa selain sepotong kain lusuh dan sebuah piring besar itu, padahal kau seorang gubernur?

Adakah kau memiliki makanan? tanya Umar lagi. Abu Ubaidah kemudian berdiri dari duduknya menuju ke sebuah ranjang dan memungut arang yang didalamnya.

Umar pun meneteskan air mata melihat kondisi gubernurnya seperti itu. Abu Ubaidah pun berujar, Wahai Amirul Mukminin, bukankah sudah kukatakan tadi bahwa kau ke sini hanya untuk menangis. Umar berkata, Ya Abu Ubaidah, banyak sekali di antara kita orang-orang yang tertipu oleh godaan dunia.

Suatu ketika Umar mengirimi uang kepada Abu Ubaidah sejumlah empat ribu dinar. Orang yang diutus Umar melaporkan kepada Umar, Abu Ubaidah membagi-bagi kirimanmu. Umar berujar, Alhamdulillah, puji syukur kepada-Nya yang telah menjadikan seseorang dalam Islam yang memiliki sifat seperti dia.

Begitulah Abu Ubaidah. Hidup baginya adalah pilihan. Ia memilih zuhud dengan kekuasaan dan harta yang ada di dalam genggamannya. Baginya jabatan bukan aji mumpung buat memperkaya diri. Tapi, kesempatan untuk beramal lebih intensif guna meraih surga.

Sabtu, 24 Juli 2010

Rasulullah Dan Seorang Pengemis Yahudi Buta

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, "Jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya."

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah saw mendatanginya dengan membawakan makanan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Rasulullah menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah Muhammad—orang yang selalu ia caci maki dan sumpah serapahi.

Rasulullah saw melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah saw praktis tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abubakar berkunjung ke rumah anaknya Aisyah, yan g tidak lain tidak bukan merupakan istri Rasulullah. Ia bertanya kepada anaknya itu, "Anakku, adakah kebiasaan Rasulullah yang belum aku kerjakan?"

Aisyah menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja."

“Apakah Itu?" tanya Abubakar penasaran. Ia kaget juga karena merasa sudah mengetahui bagaimana kebiasaan Rasulullah semasa hidupnya.

"Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana," kata Aisyah.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, "Siapakah kamu ?"

Abubakar menjawab, "Aku orang yang biasa."

"Bukan! Engkau bukan ora ng yang biasa mendatangiku," bantah si pengemis buta itu dengan ketus "Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku."

Abubakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah saw."

Seketika itu juga kaget pengemis itu. Ia pun menangis mendengar penjelasan Abubakar, dan kemudian berkata, "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... " Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar saat itu juga dan sejak hari itu menjadi Muslim.